23 Februari 2009

Abrasi, Trans-Kalimantan Terancam Putus

Pagatan, Kompas - Jalan trans-Kalimantan lintas selatan pada ruas Batulicin (ibu kota Kabupaten Tanah Bumbu)-Pelaihari (ibu kota Kabupaten Tanah Laut), di Kalimantan Selatan, terancam putus. Ini akibat abrasi pantai yang parah sepanjang 1,5 kilometer, di daerah Sungai Lembu, Desa Pulau Salak, Kecamatan Kusan Hilir, Kabupaten Tanah Bumbu.

Pantauan Tim Jelajah Kalimantan, Rabu (11/2), abrasi pantai menggerus bahu jalan trans- Kalimantan karena sebagian penahan gelombang dari beton hancur. Intensitas hantaman gelombang tinggi laut selama sebulan terakhir menyebabkan tingkat abrasi semakin parah.

Di kawasan itu, abrasi pantai juga menyebabkan beberapa pohon roboh, sementara sejumlah rumah dan warung warga rusak di beberapa tempat.

Pengguna jalan berharap abrasi segera ditangani. Jika tidak, selain mengancam putusnya jalan, abrasi itu juga akan merusak jembatan yang dibangun dua tahun lalu.

Batu bara dan ikan

Tahun 2006, Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan membangun jembatan sepanjang 400 meter untuk menggantikan dua jembatan yang putus akibat dihantam banjir besar. Menurut Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kalsel M Arsyadi, pembangunan jembatan itu agar jalur perekonomian Banjarmasin-Tanah Bumbu dan Kota Baru tak terputus.

Saat itu, lanjut Arsyadi, pemprov memutuskan kondisi tanggap darurat sehingga mengalokasikan dana pembangunan jembatan pada anggaran pendapatan dan belanja daerah-perubahan (APBD-P) Rp 18,7 miliar.

Selain hasil tambang batu bara, dua kabupaten itu dikenal sebagai sentra produksi ikan. Kabupaten Kota Baru menghasilkan tangkapan ikan 39.184,4 ton (data tahun 2007), sedangkan Kabupaten Tanah Bumbu menghasilkan 29.560,2 ton (2007).

Terkait pencegahan abrasi itu, Kepala Satuan Kerja Preservasi Kalsel pada Departemen Pekerjaan Umum (PU) Syamsul Hidayat mengatakan, pembicaraan mengenai perbaikan jalan negara itu rencananya dilakukan pekan depan antara Balai Sumber Daya Air dan Balai Pelaksana Jalan Wilayah VII Kalimantan.

”Kami bertugas menjaga agar jalan tetap fungsional, tetapi pencegahan abrasi pantai harus dikoordinasikan dengan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air,” kata Syamsul, saat ditemui di Banjarmasin.

Ia berharap dana perbaikan jalan tersebut turun seiring dengan perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Atau, lanjut Syamsul, dana dialokasikan pada tahun anggaran 2010.

”Sebenarnya, kondisi ini masuk ke tanggap darurat sehingga harus cepat diperbaiki,” kata Syamsul lagi, seraya menambahkan, jalan tersebut harus dilindungi tanggul pantai sebab laut makin menggerus daratan. Tahun lalu, jarak laut dengan jalan mencapai 8 meter. Kini tak tersisa lagi daratan.

Menurut Direktur Rawa dan Pantai Ditjen Sumber Daya Air Departemen PU Djajamurni Warga Dalam, mangrove harus ditanam di kawasan pesisir itu untuk melindungi infrastruktur. ”Bila mengandalkan pendanaan, sangat berat melindungi infrastruktur di pantai-pantai. Sebab, kami hanya mendapat Rp 400 miliar untuk tahun ini,” katanya.

Anggaran sebesar itu, menurut Djajamurni, hanya bisa membangun 40 kilometer tanggul laut. Padahal, garis pantai Indonesia 81.000 kilometer.

Di Kalimantan Barat, abrasi juga mengancam jalan nasional yang menghubungkan Mempawah (ibu kota Kabupaten Pontianak) dengan Kota Singkawang. Namun, tanggul laut telah dibangun Departemen PU dengan cara membuat kubus beton berukuran 40 x 40 sentimeter. Mangrove pun telah ditanam pada ruang di antara tanggul laut dan jalan nasional.

”Kami mencoba menghemat anggaran di tanggul laut yang melindungi jalan nasional itu. Caranya, memasang terucuk, kemudian menaruh anyaman bambu di dasar laut, kemudian meletakkan kumpulan batu kubus di atasnya,” tambah Djajamurni.

Biasanya, lanjutnya, tanggul laut dibuat dari tembok beton masif. Inovasi itu dikerjakan agar pantai yang ditangani lebih panjang. (RYO/FUL/AIK)